Isnin, 3 September 2012

Larangan Mengambil Kafir Sebagai Teman Rapat


Ali Imran - Ayat 26
Katakanlah (wahai Muhammad): "Wahai Tuhan yang mempunyai kuasa pemerintahan! Engkaulah yang memberi kuasa pemerintahan kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang mencabut kuasa pemerintahan dari sesiapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah juga yang memuliakan sesiapa yang Engkau kehendaki, dan Engkaulah yang menghina sesiapa yang Engkau kehendaki. Dalam kekuasaan Engkaulah sahaja adanya segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

Ali Imran - Ayat 27
"Engkaulah (wahai Tuhan) yang memasukkan waktu malam ke dalam waktu siang, dan Engkaulah yang memasukkan waktu siang ke dalam waktu malam. Engkaulah juga yang mengeluarkan sesuatu yang hidup dari benda yang mati, dan Engkaulah yang mengeluarkan benda yang mati dari sesuatu yang hidup. Engkau jualah yang memberi rezeki kepada sesiapa yang Engkau kehendaki, dengan tiada hitungan hisabnya".

Ali Imran - Ayat 28
Janganlah orang-orang yang beriman mengambil orang-orang kafir menjadi teman rapat dengan meninggalkan orang-orang yang beriman. Dan sesiapa yang melakukan (larangan) yang demikian maka tiadalah ia (mendapat perlindungan) dari Allah dalam sesuatu apapun, kecuali kamu hendak menjaga diri daripada sesuatu bahaya yang ditakuti dari pihak mereka (yang kafir itu). Dan Allah perintahkan supaya kamu beringat-ingat terhadap kekuasaan diriNya (menyeksa kamu). Dan kepada Allah jualah tempat kembali. 
—Al Imam Abul Fida Ismail Ibnu Katsir Rahimahullah (Tafsir Al Qur’an Al ‘azhim) — Allah swt. melarang hamba-hamba-Nya yang mukmin berpihak kepada orang-orang kafir dan menjadikan mereka teman yang setia dengan menyampaikan kepada mereka berita-berita rahsia karena kasih sayang kepada mereka dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Kemudian Allah Subhana wa ta’ala. mengancam perbuatan tersebut melalui firman-Nya:
وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ
..Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah ..[QS:3.28]
Dengan kata lain, barang siapa yang melakukan hal tersebut yang dilarang oleh Allah, maka sesungguhnya ia telah melepaskan ikatan dirinya dengan Allah. Seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا عَدُوِّيوَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih sayang;..[QS:60.1]
sampai dengan firman-Nya:
وَمَا أَعْلَنْتُمْ وَمَنْ يَفْعَلْهُ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
Dan barang siapa di antara kamu yang melakukannya, maka sesungguhnya dia telah tersesat dari jalan yang lurus.[QS:60.1]
Demikian pula dalam firman Allah Subhana wa ta’ala. yang mengatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ أَتُرِيدُونَ أَنْ تَجْعَلُوا لِلَّهِ عَلَيْكُمْ سُلْطَانًا مُبِينًا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu)?[QS:4.144]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang -orang yang lalim.[QS:5.51]
Dan Allah Subhana wa ta’ala. berfirman sesudah menyebutkan masalah kasih sayang dan hubungan yang intim di antara orang-orang mukmin dari kalangan kaum Muhajirin, kaum Ansar, dan orang-orang Arab, yaitu:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ إِلا تَفْعَلُوهُ تَكُنْ فِتْنَةٌ فِي الأرْضِ وَفَسَادٌ كَبِيرٌ
Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.[QS:8.73]
Adapun firman Allah Subhana wa ta’ala.:
إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً
..kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka…[QS:3.28]
Dengan kata lain, kecuali bagi orang mukmin penduduk salah satu negeri atau berada di dalam waktu tertentu yang merasa khawatir akan kejahatan mereka (orang-orang kafir). Maka diperbolehkan baginya bersiasat untuk melindungi dirinya hanya dengan lahiriahnya saja, tidak dengan batin dan niat. Seperti apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Darda yang mengatakan:
إنَّالَنُكْشِرُفِيْ وُجُوْهِ أَقْوَا مِ وَقُلُوْبُنَا تَلْعَنُهُمْ
Sesungguhnya kami benar-benar tersenyum di hadapan banyak kaum (di masa lalu), sedangkan hati kami (para sahabat) melaknat mereka (orang-orang musyrik).
As-Sauri mengatakan bahwa sahabat Ibnu Abbas pernah mengatakan taqiyyah (sikap diplomasi) bukan dengan amal perbuatan, melainkan hanya dengan lisan saja. Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, yaitu bahwa sesungguhnya taqiyyah itu hanya dilakukan dengan lisan. Hal yang sama dikatakan oleh Abui Aliyah, Abusy Sya’sa, Ad-Dahhak, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas. Pendapat mereka dikuatkan oleh firman Allah Subhana wa ta’ala. yang mengatakan:
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالإيمَانِ وَلَكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.[QS:16.106]
Imam Bukhari mengatakan, Al-Hasan pernah berkata bahwa taqiyyah (terus berlangsung) sampai hari kiamat.
Kemudian Allah Subhana wa ta’ala. berfirman:
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
..”Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. ..”.[QS:3.28]
Yakni Allah memperingatkan kalian terhadap pembalasan-Nya bila Dia ditentang dalam perintah-Nya, dan siksa serta azab Allah akan menimpa orang yang memihak kepada musuh-Nya dan memusuhi kekasih-kekasih-Nya.
Firman Allah Subhana wa ta’ala.:
وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
..“Dan hanya kepada Allah kembali (mu)”.[QS:3.28]
Maksudnya, hanya kepada-Nyalah kalian dikembalikan, karena Dia akan membalas tiap-tiap diri sesuai dengan amal perbuatan yang telah dilakukannya. 
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Suwaid ibnu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Sa’id, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Ibnu Abu Husain, dari Abdur Rahman ibnu Sabit, dari Maimun ibnu Mihran yang menceritakan, “Sahabat Mu’az (radhiyallaahu ‘anhu) pernah berdiri di antara kami, lalu ia mengatakan, ‘Hai Bani Aud, sesungguhnya aku adalah utusan Rasulullah (shallallaahu ‘alaihi wa salam) kepada kalian. Kalian mengetahui bahwa tempat kembali hanyalah kepada Allah, yaitu ke surga atau ke neraka’.”
—Syaikh Sayyid Quthb Rahimahullah (Fii Zhilali Qur’an)——-
Di dalam ayat yang sebelumnya, Al Qur’an membangkitkan kesadaran bahwa seluruh urusan itu di dalam Qudrat (kekuasaan) Allah subhana wa ta’ala, seluruh kekuatan adalah milik Allah, seluruh kebesaran dipegang oleh Allah subhana wa ta’ala, dan seluruh rezeki berada ditangan kemurahan Allah subhana wa ta’ala. Oleh sebab itu apakah artinya orang yang beriman bersahabat dengan musuh-musuh Allah subhana wa ta’ala?? Di dalam hati tidak mungkin terkumpul keimanan kepada Allah subhana wa ta’ala dan persahabatan setia dengan musuh Allah subhana wa ta’ala yang enggan bertahkim kepada kitabullah apabila mereka diserukan berbuat demikian. Oleh sebab itulah Al-Qur’an memberi peringatan yang sekeras ini, dimana dia dengan tegas menjelaskan keluarnya sesorang Muslim dari keislamannya apabila ia bersahabat setia dengan orang-orang kafir yang tidak ridha bertahkimkan kitabullah di dalam urusan kehidupan mereka, yaitu persahabatan setia ini dengan hubungan kasih mesra di dalam hati atau dengan menolong mereka atau dengan meminta pertolongan dari mereka.
لا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu). [QS:3.28]
Demikianlah, dia tidak memiliki hubungan dan sangkut-paut sedikitpun dengan Allah subhana wa ta’ala, tidak memiki hubungan sedikitpun dengan Dien dan ‘aqidah, tidak ada pertalian dan naungan, malah dia jauh dari Allah Subhana wa Ta’ala dan putus segala hubungan dengan-Nya.
Perbuatan Taqiyah (berpura-pura melakukan sesuatu secara zahir untuk menjaga keselamatan diri) hanya dibenarkan kepada mereka yang takut di negeri tertentu (yaitu dimana Islam tidak berkuasa-pen) dan diwaktu-waktu tertentu saja, tetapi hendaklah taqiyah itu berupa taqiyah lisan saja bukan taqiyah kasih mesra dan kesetiaan di hati dan bukan pula kesetiaan dalam bentuk amalan dan tindakan. Menurut Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhu, Taqiyah itu bukannya dengan tindakan tetapi hanya dengan lisan. Oleh karena itu bukan Taqiyah yang dibenarkan oleh Syara’ mengadakan hubungan yang mesra diantara orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir, yaitu orang yang tidak ridha bertahkim kepada kitabullah di dalam urusan kehidupan umumnya sebagaimana difahamkan oleh ayat ini secara tidak langsung dan oleh ayat lain di tempat yang lain di dalam surah ini secara terus-terang.
Begitu juga, ia tidak termasuk taqiyah yang dibenarkan syara’ orang-orang yang beriman mengadakan usaha kerjasama dan saling bantu-membantu dengan orang kafir secara amali dalam bentuk apapun, sekalipun atas nama Taqiyah. Tipudaya yang seperti ini tidak pantas dilakukan atas nama Allah Subhana wa ta’ala.
Oleh karena perkara yang semisal ini bergantung kepada hati nurani dan ketaqwaan seseorang dan ketakutannya kepada Allah Subhana wa Ta’ala Yang Maha Mengetahui segala rahasia yang Ghaib, maka ancaman berikut ini mengandung peringatan kepara orang-orang mu’min supaya berhati-hati terhadap kemurkaan Allah Subhana wa Ta’ala. Dan peringatan itu disampaikan dengan ungkapan yang amat menarik:
وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).

Kesimpulan ~ Mengangkat orang kafir sebagai wali, penguasa atau orang-orang penting yang mengurus urusan kaum muslimin adalah haram. Pengecualian, hanya pada situasi darurat, iaitu dengan melakukan taqiyah yang hanya terbatas dengan lisan saja, bukan dengan hati atau amal.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan